Anda Butuh apa??

Semangat

Total Tayangan Halaman

Entri Populer

Jumat, 02 Maret 2012

Idealisme Tokoh Utama dalam Novel "Pertemuan Dua Hati"

Pendahuluan

Nh Dini lahir tanggal 29 Februari 1936 di Semarang. Setamat SMA bagian Sastra (1959), ia mengikuti kursus Pramugari Darat GIA Jakarta (1956), dan terakhir mengikuti kursus B-1 Jurusan Sejarah (1957). Nh.Dini mulai menulis sejak tahun 1951. Pada tahun 1953 cerpen-cerpennya mulai dimuat di majalah Kisah, Mimbar Indonesia, dan Siasat. Selain menulis cerpen, Dini juga menulis sajak dan sandiwara radio, serta novel. Berbagai penghargaan telah diterimanya, antara lain pemenang Lomba Penulisan Naskah Skenario untuk sandiwara radio se-Jawa Tengah (1955), mendapat hadiah pertama untuk Lomba Penulisan Cerita Pendek dalam Bahasa Prancis se-Indonesia untuk cerpennya Sarang Ikan di Teluk Jakarta (1988).
Pada tahun 1989 ia mendapat Hadiah Seni dari Kementerian P dan K untuk bidang Sastra. Pada tahun 1991 Dini kembali memperoleh Piagam Penghargaan Upapradana dari Pemda TK I Jawa Tengah. Selain terus berkarya, Dini juga sibuk menerima undangan-undangan ceramah mengenai sastra dan budaya di dalam dan luar negeri. Selain itu, ia juga mengelola sebuah taman bacaan untuk remaja dan anak-anak di Semarang, yang kegiatannya mencakup latihan Bahasa Indonesia dan diskusi.
Novel Pertemuan Dua Hati terkesan hendak menggambarkan betapa beratnya menjunjung tinggi rasa idealisme profesi Bu Suci sebagai guru.. Bu Suci yang harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya sakit ayan, muridnya yang nakal, dan susuah diatur yang selalu membuat kekacauan, serta rekan sejawatnya yang kurang memberi dukungan. Dengan keyakinan itu, betapapun beratnya, akhirnya dapat pula Bu Suci menjalankan kewajiban sebagai Ibu dan seorang guru dengan sebaik – baiknya.
Didalam novel ini mempunyai tujuan analisis ini yaituMendeskripsikan latar belakang keluarga Waskito sehingga membuatnya menjadi anak yang keras sulit diatur.Menemukan perubahan yang menunjukkan kemajuan mental dalam diri Waskito. Mendeskripsikan kiat-kiat yang dilakukan Bu Suci menghadapi problematika hidupnya. Serta mendeskripsikan pesan moral yang disampaikan dalam novel Pertemuan Dua Hati.


Pembahasan Teori

Dalam novel Pertemuan Dua Hati menggunakan teori kritik sastra feminis untuk menganalisis teks karangan NH. Dini ini yang diungkapkan mengenai timbulnya berbagai isu wanita atau permasalahan wanita.
Novel ini yang pertama kali menceritakan tentang pendidikan. Bu Suci adalah seorang guru SD. Hampir 10 th mengajar di Purwodadi. Dia tinggal bersama suami, 3 orang anaknya dan uwaknya. Suaminya bekerja sebagai montir di sebuah perusahaan di kotanya.
Anak keduanya sakit panas, batuk dan selesma. Bu Suci membawanya ke dokter umum. Setelah beberapa hari, kulitnya di tumbuhi bintik-bintik merah dan terasa gatal. Setelah beberapa hari batuk, selesma dan bintik-bintik itu hilang kini anaknya tersebut merasa sakit kepala.
Suaminya menyampaikan kertas-kertas hasil pemeriksaan kesehatan keluarganya. Menurut dokter perusahaan anak keduanya harus dibawa ke dokter syaraf/neurolog. Berhari-hari Bu Suci dan anaknya mondar-mandir rumah sakit untuk menjalani serangkaian pemeriksaan anaknya. Hasilnya, ternyata anaknya menderita penyakit ayan/ sawan/ epilepsy. Bu Suci mengunjungi Nenek Waskito untuk kedua kalinya. Neneknya menceritakan bahwa kini Waskito tinggal bersama Budenya. Pada suatu hari Waskito masuk sekolah. Dihari itu Bu Suci meminta beberapa orang siswanya untuk berpindah tempat duduk. Ia juga meminta Waskito untuk pindah namun Waskito tidak mau.


Hasil Analisis

Hari pertama Bu Suci memperkenalkan diri kepada murid-muridnya dan mengabsen kehadiran muridnya. Hari itu ada 3 anak yang tidak hadir, salah satunya adalah Waskito. Setelah empat hari mengajar, Waskito belum juga masuk. Bu Suci menanyakan kepada murid-muridnya tentang ketidak hadiran Waskito. Namun dari murid-muridnya, dia mengetahui bahwa teman-temannya tidak menyukai Waskito.
Menurut guru-guru yang pernah mengajar kelas tersebut, mereka menganggap Waskito sebagai murid yang sukar. Kemarahan dan ketenangannya didorong oleh hati yang kekurangan perhatian dari keluarganya. Bu Suci mengirim surat kepada Nenek Waksito. Sore hari yang telah ditentukan, Bu Suci mengunjungi rumah Nenek Waksito. Dari Neneknya dia memperoleh banyak informasi tentang Waksito. Bahwa Waksito pernah dipukul oleh ayahnya karena dia membolos. Selama berada dirumah orangtuanya dia tidak pernah ditegur, diberi tahu mana yang baik dan buruk. Tetapi selama tinggal 1,5 th dirumah Neneknya, Waskito bersikap manis, sopan, sering mengerjakan tugas rumah, masuk sekolah secara teratur. Hasilnya Waskito menjadi murid yang normal. Rapotnya menunjukan kemajuan. Namun, orang tuanya mengambilnya kembali.
Semakin hari semakin Waskito menunjukkan perubahan menuju kebaikan. Suatu hari sekolah melaksanakan pelajaran turun ke lapangan. Guru-guru dan murid-murid mengunjungi pabrik makanan. Terlihat, Waskito aktif bertanya tentang mesin pembuat makanan. Bu Suci membentuk kelompok-kelompok di kelasnya. Setiap kelompok diberi tugas untuk membuat bejana berhubungan. Ternyata hasil karya kelompok Waskito yang paling sempurna Bu Suci memberikan tugas kelompok membuat kebun binatang.Karya kelompok Waskito yang paling bagus. Selama tiga bulan keadaan tenang. Waskito tidak membuat onar. Pada waktu istirahat Waskito mengamuk. Guru-guru mengusulkan agar Waskito dikeluarkan dari sekolah.
Bu Suci mempertahankan muridnya tersebut. Dia meminta waktu satu bulan kepada sekolah. Kepala Sekolah pun mengabulkan permintaannya. Sejak kejadian itu, pada waktu istirahat Bu Suci lebih sering berada dikelas. Bu Suci pun sering mengobrol dengan Waskito. Bu Suci merasa lebih dekat dengan muridnya tersebut. Pada raport berikutnya berisi angka-angka normal. Waskito tidak pernah mengacau seperti yang dilakukannya tempo hari. Bu suci pun menepati janjinya, Waskito ikut memancing sepuas hatinya di Purwodadi bersama keluarga Bu Suci.
Pada akhir tahun pelajaran, Waskito naik kelas. Budenya datang ke sekolah berterima kasih kepada Kepala Sekolah, guru-guru terutama kepada Bu Suci. Atas keuletannya, Waskito menjadi murid yang luar biasa.
Bu Suci berhasil melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik sebagi ibu untuk anaknya yang mempunyai sakit ayan dan sebagai guru yang harus membawa muridnya kembali kepada sekolah dan menjadi anak yang sewajarnya seperti anak –anak yang lainnya. Bu Suci yang pada awalnya ragu untuk menjalani permasalahan dalam hidupnya, mengharuskan dirinya untuk tidak memilih diaatara salah satu permasalahan yang sedang Bu Suci hadapi.
Namun ia tetap ingin memberikan yang terbaik kepada anak kandungnya sendiri agar sehat dan sembuh dari penyakit ayannya, namun disisi lain ia pun harus membawa muridnya Waskito untuk kembali kesekolah. Pada awalnya Bu Suci ragu, namun setelah menyakinkan dirinya sendiri untuk bisa melaksanakan tugas dan kewajiabannya akhirnya apa yang ia inginkan selama ini memebuahkan hasil. Anak bungsunya mengalami perubahan, ia sekarang terlihat jarang kambuh lagi dari ayannya dan Waskito anak didiknya juga mengalamai perubahan hingga yang bisa membuat hatinya senang dan orang lain pun menjadi lega. Waskito menjadi anak yang baik, santun lagi rajin dalam bersekolah, nilai yang dihasilkan pun tidak seburuk seperti dulu lagi, ia pun selalu naik kelas dan membantu teman – teman sebayanya. Begitulah usah Bu Suci menghadapi masalah demi masalah yang menimpanya. Ketegaran dan kesabaran Bu Suci membuahkan hasil yang tidak sia-sia.
Setiap permasalahaan yang dialami anak didik maupun anak itu adalah permaslalahan yang berasal dari lingkungan disekitarnya yang membuatnya berubah menjadi anak yang berbeda dengan anak yang lainnya. Jangan sampai sebagi guru hanya bisa mengucilkan dan merehkan setiap hasil anak didik kita, karena sekecil apa pun yang anak didik atau murid itu goreskan dikertas putih itu lah hasil yang maksimal yang ia bisa lakukan semampu dirinya, karena kemampuan setiap anak pasti berbeda jadi jangan bedakan dan jangan samakan anak yang satu dengan anak yang lainnya karena setiap manusia bahkan anak-anak pun pasti memiliki kelebihan maupun kekurangan yang beraneka ragam pula.


Kesimpulan

Novel karya Nh. Dini yang berjudul Pertemuan Dua Hati ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita harus sabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup. Jangan pernah menganggap remeh seseorang dan memandang hanya dari sisi buruknya saja. Apalagi orang tersebut adalah anak didik kita yang harus dibimbing ke jalan yang benar agar tidak salah jalan dan dididik agar kelak bisa menjadi anggota masyarakat yang semestinya dan berkompeten dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi masalah keluarga juga tidak boleh dinomor duakan, keduanya harus berjalan seiringan.




Referensi

Nh. Dini.2009. Pertemuan Dua Hati. Jakarta: PT Gramedia
Nurgiyantoro, Burhan.2005.Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakara: Gadjah Mada University Press.Sayuti, Suminto A.2000.Berkenalan dengan Prosa Fiksi.Yogyakarta: Gama Media.Wiyatmi. 2004. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar